Pembelajaran seni budaya yang menjadi satu kearifan lokal seringkali menjadikan satu inovasi yang dilakukan sebuah lembaga pendidikan. Tidak terkecuali lagi pendidikan non akademis tersebut menjadi obyek menarik sebagai wahana untuk mengembangkan bakat bagi peserta didik.
Seperti keberadaan SDN Babadan 2 dibawah UPT Pendidikan Kecamatan Paron, Ngawi terus berupaya menggali potensi bakat yang dimiliki para siswanya. Salah satu sekolah dasar yang berada di pinggiran alas Ketonggo dibawah besutan Sri Wahyuni selaku Kasek SDN Babadan 2 setahun terakhir mencoba membuat satu paguyuban seni budaya kerawitan dan ketoprak cilik.
“Dengan adanya terobosan seni budaya satu bagian pendidikan ekstrakurikuler sangat kita harapkan menjadi satu titik awal pembentukan karakter siswa,” terang Sri Wahyuni Kasek SDN Babadan 2, Senin (01/02).
Menurutnya, dilihat dari sisi usia atau di masa pendidikan sekolah dasar merupakan satu tingkat perkembangan yang drastis yang meliputi dari perkembangan berfikir, emosi, dan motorik. Dimana anak itu akan sangat peka dan sesitif terhadap berbagai rangsangan dan pengaruh dari luar. Modernitas telah membawa pergaulan anak sampai dengan kasus kesenjangan sosial, yakni enggan mempelajari kesenian tradisional.
Masih kata Sri Wahyuni, diperlukan adanya inovasi pembelajaran yang menyenangkan dan disesuaikan dengan karakteristiknya. Adanya kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler seni karawitan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan antar siswa. Selain itu, seni karawitan juga mampu mengembangkan rasa musikalitas pada anak dalam memainkan waditra sesuai dengan berbagai karya yang akan di perkenalkan, serta memaparkan proses pembelajaran karawitan yang mampu disisipi nilai seni dan budaya.
Jelasnya, selain pelatihan seni kerawitan disekolahnya ada satu sajian seni tari dan paguyuban seni ketoprak cilik. Semua cabang seni yang digelar tersebut mendatangkan pelatih khusus dari tokoh budaya disekitar sekolahnya. Bahkan hasilnya pernah dipentaskan dalam acara ritual budaya Ganti Langse di Srigati masuk kawasan alas Ketonggo.
“Kalau bicara kendala memang ada terutama soal anggaran untuk mendatangkan pelatih. Untuk sementara hingga sekarang ini masih dibantu oleh para wali kelas atau orang tua. Dan sebagian lagi iuran para guru. Untuk ruang khusus untuk seni budaya disekolah sini belum ada kita harapkan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan untuk memikirkan itu,” pungkasnya. (pr/en)
Post a Comment