Srigati, Sakralnya Malam 1 Suro Di Alas Ketonggo
Siapapun pastinya sudah kenal dengan tempat wisata spiritual Srigati yang berada di Alas Ketonggo sekitar 17 kilometer arah selatan Kota Ngawi, Jawa Timur atau tepatnya masuk Desa Babadan, Kecamatan Paron. Setiap malam pergantian tahun Hijriyah atau 1 Muharam dan lebih populernya malam Syuro bagi masyarakat Jawa keberadaan Srigati menjadikan salah satu destinasi wisata bagi para pengunjungnya.
Tidak terkecuali pada malam Syuro memasuki tahun 1439 Hijriyah pada Rabu malam, (20/09), sejak sore bau kemenyan terhirup lepas begitu harumnya yang sengaja dinyalakan para pengunjung dari beberapa titik alas tersebut. Menjelang tengah malam bau kemenyan makin menguat menambah ‘tintrimnya’ suasana Srigati demikian juga pengunjungnya makin berjubel hingga ribuan orang.
Sekitar pukul 23.00 WIB memasuki tengah malam terlihat para pengunjung yang datang dari berbagai daerah mulai menuju beberapa tempat yang dianggap memiliki kekuatan magic seperti pertapaan Palenggahan Agung Srigati, Sendang MintoWiji, Sendang Drajat, Pertapaan Dewi Tunjung Sekar, Umbul Jambe, Sendang Penguripan, Kori Gapit, Kali Tempur Sedalem, dan Pesanggrahan Soekarno.
Menurut keterangan juru kunci Srigati, Mbah Marji atau biasa disapa Ki Among Jati, para pengunjung setelah sampai di tempat-tempat yang sakral langsung melakukan semedi atau ngalap berkah dibeberapa tempat menurut keyakinan mereka masing-masing.
“Disini pengunjung mempunyai berbagai permintaan untuk dikabulkan dari Yang Maha Kuasa, seperti minta kesehatan, keselamatan dan masih banyak lagi dan jangan dianggap di Alas Srigati ini melakukan hal-hal yang menyimpang,” terang Ki Among Jati.
Selain tempat pertapaan tersebut di hutan yang menurut sebagian orang tidak kalah ‘Wingit’ dengan Alas Purwo ini, juga mememiliki sebuah sungai yang sering digunakan sebagai orang untuk menyepi dan bermeditasi dan bisa disebut ‘Kali Tempur Sedalem’.
Kemudian dari penelusuran yang ada ketika mengunjungi Kali Tempur Sedalem, dari sinilah terlihat jelas ditengah pertemuan dari dua sungai pengunjung saling berendam di air sambil menyalakan kemenyan jenis hio. Memang mendasar rumor yang ada bahwa Srigati ini dijadikan tempat tujuan seperti meminta pesugihan, ngalap berkah, meminta agar karirnya lancar.
Tidak sebatas itu terlihat ada beberapa orang dengan kemampuan lebih sengaja menarik senjata atau barang pusaka yang diduga banyak tersebar di tempat tersebut, dan ada juga pengunjung meminta mendapatkan jodoh.
“Jangan berpikir di Srigati sebagai tempat untuk musrik semua yang dilakukan pengunjung tidak lebih meminta keridhoan Yang Maha Kuasa,” lanjut Ki Among Jati.
Ia menambahkan secara ringkas terkait Palenggahan Agung Srigati tidak lepas dari catatan sejarah sebelumnya. Menurutnya sejarah mencatat keberadaan Srigati di Alas Ketonggo erat kaitanya dengan masa runtuhnya Kerajaan Majapahit kala itu dibawah Prabu Brawijaya V. Sumber tersebut diperkuat dari pernyataan Gusti Pangeran Dorodjatun dari Kasunanan Surakarta tahun 1974.
Ketika itu mendatangi Alas Ketonggo sesuai mata batinya atau hasil penerawanganya mengatakan didekat lokasi Tempuran Pesing ada Punden Krepyak Syeh Dombo. Di punden itu mendasar keterangan Pangeran Dorodjatun saat itu dapat dikaitkan dengan riwayat perjalanan atau lengsernya Prabu Brawijaya sebelum muksa di puncak Gunung Lawu.
Di Punden Krepyak Syeh Dombo yang sekarang dikenal Punden Srigati itu ditengarai Prabu Brawijaya melepaskan baju kebesaranya dengan dilanjutkan siram jamas di Kali Tempur yang berada kurang lebih 200 meter dari Punden Srigati. Setelah siram jamas sebagai bentuk penyucian diri lalu Prabu Brawijaya bersemedi/berdoa dan mendapatkan satu petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa untuk pergi ke puncak Gunung Lawu secara Islam dengan gelar Sunan Lawu.
Post a Comment